KIRI TAK LAGI KERE

Selain sukses dalam acara peluncuran buku Mendongkel Kursi Sang Tiran, acara KPRP (Komite Perjuangan Rakyat untuk Perubahan) di Akademi Bahagia menunjukkan satu hal: Kiri tak bisa lagi diasumsikan dengan kehidupan yang kere.

Sejak era post moderisme, terjadi pergeseran ideologi Kiri. Dulu Kiri selalu dihubungkan dengan negara dengan kehidupan yang pas-pasan seperti Kuba, Korea Utara, Jerman Timur atau Tiongkok. Ideologi yang dikembangkan masih sama rata sama rasa. Atau, dalam praktik di Tiongkok dikenal istilah makan di mangkok yang sama. Artinya, potensi kekayaan yang dimiliki dicuil-cuil untuk dibagikan secara merata.

Adalah Deng Xiaoping yang mengubah pandangan itu. Dia terkenal dengan semboyan: menjadi kaya adalah mulia. Semua orang berhak untuk kaya. Oleh karena itu, sosialisme Tiongkok dirombak oleh Deng. Dalam masyarakat sosialisme yang besar seperti di Tiongkok, Deng menghapus sistem kupon. Pada era sebelumnya, untuk mendapatkan barang kebutuhan sehari-hari rakyat Tiongkok mendapatkannya dengan menukarkan kupon. Deng merombaknya dengan mekanisme pasar. Bagi Deng, pasar bukan hanya milik masyarakat kapitalis semata, teta[i juga milik sosialisme. Lewat ekonomi pasar ini, ekonomi rakyat bergerak naik. Pelan-pelan masyarakat Tiongkok keluar dari era kere. Ada kata-kata Deng yang cukup terkenal: “miskin itu bukan sosialisme.”

Reuni KPRP memperlihatkan alumninya telah menjalankan ajaran Deng: tak ada yang kere lagi. Kere sudah menyingkir dari dunia aktivis Kiri. Situasi ini menimbulkan ke optimisan bahwa sosialisme bila dijalankan secara benar akan memberikan kemakmuran bagi penganutnya.

Masuknya kader-kader PRD (Partai Rakyat Demokratik) menjadi wamen, komisaris dan jabatan lainnya, bukan semata-mata untuk menjadi bagian dari kekuasaan, tetapi untuk memupus stigma bahwa kiri sama dengan kere. Misalnya, gaji komisaris BUMN kelas utama berkisar 200 juta/bulan, tentu tak bisa digolongkan kere lagi. Dengan gaji sebesar ini, akan bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari dan membantu kawan-kawannya yang mungkin masih ada yang kere.

Aktivis Kiri tentu patut berterima kasih kepada Prabowo. Dia presiden yang sangat perhatian dengan kondisi aktivis Kiri. Prabowo secara langsung membantu aktivis Kiri keluar dari anggapan selalu kere. Kalau hari ini masih mencari-cari aktivis Kiri yang kere sama halnya mencari uban di bulu gajah: gak akan ketemu.

Strategi masuk kekuasaan para aktivis Kiri merupakan strategi yang jitu. Lenin pernah mengatakan negara borjuis adalah alat menindas, tetapi bukan berarti tidak bisa dimanfaatkan oleh perjuangan gerakan Kiri. Tentu saja cara memanfaatkan adalah dengan menjadi bagiannya. Dengan begitu bisa ikut berperan menentukan arah negara agar berpihak pada wong cilik.

Aktivis-aktivis Kiri yang tak kere lagi merupakan gambaran secara umum corak produksi saat ini. Bila aktivis Kiri saja bisa meninggalkan ke-kere-annya, maka rakyatpun akan bisa melakukan hal serupa. Bila basis ke-kere-an diubah, maka supra struktur ke-kere-an juga berubah. Hukumnya memang seperti itu.

Melihat tranformasi aktivis Kiri dari kere ke kaya, kita patut optimis akan masa depan bangsa ini. Bila di era post truth ini masih ada aktivis Kiri mengaku kere, maka dua hal terjadi pada dirinya: mengkhianati sosialisme atau dia sumaker (sugih macak kere/kaya pura-pura miskin).***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *