Drs. Akuat tampil prima menjadi pembawa acara peluncuran buku Mendongkel Kursi Sang Tiran. Sayang dia tidak bisa menyanyikan lagu campur sari seperti Putut EA. Padahal sekarang era campur sari. Kekurangan drs. Akuat cuma itu, selainnya adalah kelebihan.
Sambutan demi sambutan silih berganti. Buku diluncurkan dalam suasana senja yang meremang. Tenda dipenuhi para tokir (tokoh kiri) dari lintas generasi. Semuanya tampak optimistik menatap wajah masa depan. Tak ada wajah kesedihan. Semuanya tertawa penuh dengan suka cita, memyambut buku yang super keren: Mendongkel Kursi Sang Tiran.
Saya kira, buku ini akan menjadi karya klasik dalam literatur kiri di Indonesia. Dari segi mutu, buku ini hanya bisa ditandingi oleh buku Kemunculan Komunisme Indonesia. Dikerjakan dengan apik dan telaten oleh dua penulis bertalenta: Sri Wahyuningsih, S.Fil dan Kiswondo, S.S.
Sayang ada gempa lokal di sekitar Gentan sehingga membuat beberapa orang yang tidak kokoh berpijak terhuyung-huyung. Untung gempa hanya sesaat sehingga acara tetap berjalan lancar. Ini semua berkat kepiawaian drs. Akuat sebagai nahkoda acara. Sampai penyerahan buku kepada para tokoh usai, acara sukses habis. Saya kira honor drs. Akuat perlu dinaikkan kalau ada acara lagi. Kemampuan ke-mc-annya sudah selevel dengan Anang Batas.
Setelah peluncuran buku usai, acara hora hore merupakan yang ditunggu-tunggu. Sande Monink maupun Sande Laras tampil memukau. Semakin larut semakin meriah. Panitia sukses besar dalam penyelenggaraannya. Semua makanan dinikmati bersama-sama. Slogan sama rasa sama rata terwujud dalam acara ini.
Semanis apapun pesta, ada akhir yang memungkasnya.***