Salah satu berkah peringatan reformasi kali ini adalah hancur leburnnya Banteng. Partai ini, yang berkuasa karena riba reformasi, ketika berkuasa selalu berusaha memukul mundur demokrasi. Ketiika Mega berkuasa, daerah operasi militer diterapkan di Aceh.
Berdarkan laporan Ikhyar Velayati—kader PRD yang pernah tinggal di Aceh—selama menjadi daerah operasi militer, ribuan rakyat sipil Aceh menjadi korban fisik dan psikis. Ikhyar juga menilai Megawati merupakan presiden paling brutal dalam sejarah reformasi. Ia menambahkan, Megawatilah yang menangkapi para demonstran yang menolak kenaikan BBM/TDL.
Ikhyar menjadi saksi mata ketika Bahar Mustofa—kader PRD Palu—ditangkap dan ditahan oleh rezim Megawati. Selain Bahar, masih banyak aktivis PRD yang ditahan dalam kurun waktu enam bulan sampaii tiga tahun. Bagi Ikhyar atau sering disapa Cesper, kekejaman rezim Megawati sudah setara dengan kekejaman Nazi di Jerman.
Selain dalam ranah politik, Megawati juga menjual Indosat yang merupakan aset bangsa ke asing. Pun, melepas Pulau Sipadan dan Ligitan serta membebaskan para koruptor BLBI. Kita patut bersyukur kekuasaan Banteng hanya empat tahun, itupun setelah mencolong dari Gus Dur.
Pada Pemilu 2024, Banteng terpuruk. Mereka kalah di Pilpres dan tergerus di Pileg. Maka dalam berbagai pidato, Mega sewot atas kenyataan ini. Ia meradang. Menerjang. Menumpahkan kesalahan pada Jokowi.
Ditangkapnya Hasto merupakan berkah lain bagi reformasi. Kita menunggu hampir empat tahun agar Hasto ditahan karena kasus Harun Masiku. Selama ini dia bersembunyi diketiak Mega dan Firli. Setelah pulung bergeser dari kandang Banteng, Hasto ditangkap KPK. Salah satu tuntutan reformasi adalah penegakkan hukum. Ditangkapnya Hasto merupukan wujud dari penegakan hukum itu di era Prabowo.
Dalam Pilkada, Banteng juga terpuruk. Di Pulau Jawa hanya menang di DKI Jakarta. Jawa Tengah sebagai kandang Banteng remuk redam. Begitu pula di luar Jawa. Peringatan reformasi kali ini kita lega: Banteng terpuruk dimana-mana.
Di mana-mana Banteng sempoyongan memakan buah karmanya sendiri. Jumawa selama berkuasa, kini ditinggalkan sendirian dalam luka dan derita. Lagi-lagi hanya bisa menyalahkan Jokowi.
Secara interenal, salah satu faksi Banteng yang kembang kempis adalah faksi Kasebul (Kaderisasi Sebulan). Megawati didorong-dorong oleh faksi Kasebul untuk meminta perlindunngan ke Paus Fransiscus. Mega datang membawa lukisan Bunda Maria bergaun merah, yang oleh Vatikan langsung disimpan di gudang karena mutu lukisannya kalah jauh dibanding lukisan Leornado maupun Rafael. Upaya inipun gagal karena Paus tak mau terlibat urusan remeh temeh. Faksi Kasebul yang merupakan kelompok fundamentalisme Katolik di Banteng lantas meminta perlindungan Uskup Jakarta.
Pater Beek atau dikenal dengan panggilan Black Pope, pendiri Kasebul, memang ingin mencetak mahasiswa-mahasiswi Katolik yang fundamentalis. Pusat Kasebul yang semula di Asrama Realino Yogyakarta, lantas dipindahkan ke Klender, Jakarta Timur, agar semakin dekat dengan kekuasaan. Dalam didikan Pater Beek, musuh Kasebul adalah Islam dan tentara. Setelah Islam mereka hajar habis-habisan sepanjang Orde Baru lewat CSIS, mereka pun berusaha menyusup ke gerakan Kiri seperti PRD (Partai Rakyat Demokratik).
Ciri-ciri kader Kasebul yang ada di PRD adalah suka mengolak-ngolok kader PRD yang Islam ketika akan menjalankan ibadah. Seringakali terlontar dari mulut mereka :“Marxis kok salat” atau “Belajar MDH kok puasa.” Sementara mereka sendiri rajin menjalankan ibadah setiap hari Minggu, Paskah atau Natal. Mereka juga rajin mengunjungi Romo dan Suster. Sementara ketika ada kader PRD yang Islam mengunjungi kyai dan mencium tanggannya akan disebut feodal. Ada kisah lucu ketika ada kader PRD yang beragama Islam bernama Dwi Hartanto, memakai nama samaran Lucas agar dikira Katolik. Dengan begitu dia berharap tidak dikecengin oleh kader-kader Kasebul. Kader PRD seperti Cesper yang Islam (mahasiswa IAIN di Medan) sering merasakan suasana Islamphobia seperti itu.
Nanti dalam kesempatan lain akan saya tuliskan secara khusus tentang jaringan Kasebul di PRD (siapa saja orang-orangnya dan apa saja peranannya di PRD).
Tentu saja jaringan Kasebul terbanyak ada di Partai Banteng. Banteng partai besar. Berkedok nasionalis, para Kasebul ini akan mengganjal ketika gerakan umat Islam membesar. Walaupun Gus Dur seorang pluraris, Kasebul tetap tak suka karena Gus Dur adalah simbol gerakan Islam. Maka Gus Dur pun digulingkan.
Jaringan Kasebul juga tidak suka dengan Prabowo. Sejak awal Prabowo dicap sebagai “tentara hijau”. Sampai sekarang Prabowo tetap saja diserang. Kader Kasebul didikan Realino, A. Made Toni Supriyatna, tak pernah habis-habisnya menyerang Prabowo. Kita tentu ingat Butet Kertaradjasa sebagai bagian dari jaringan Kasebul membully Gibran. Bukan karena Gibrannya, tetapi Bocil Solo itu berpasangan dengan Prabowo. Jika Gibran berpasangan dengan Ganjar, tentu Butet akan menjilatinya seperti menjilati Jokowi tempo hari.
Dalam peringatan 27 Reformasi ini kita sedikit lega karena Banteng babak belur dan Kasebul terpojok. Namun tugas ini belum selesai. Masih ada tugas sejarah:meratakan kandang Banteng.***