RAMALAN ADMO TENTANG BERDIRINYA KPRP

Sejak akhir 1996, Manik Wijil Sadmoko atau dengan nama sapaan Admo sudah meramalkan akan muncul organisasi bernama KPRP (Komite Perjuangan Rakyat Untuk Perubahan). Awalnya, saya menganggap hal ini sebagai guraun saja. Setelah rapat organiser mahasiswa KPK PRD Yogyakarta yang batal, Admo menyampaikan ramalan itu.

Rapat digelar di kost Admo yang terletak di pinggir Selokan Mataram. Untuk sampai ke kost Admo bila milintasi jalan Fakultas Pertanian harus menyebarang Jalan Afandi. Kira-kira 100 dari situ, ada jalan menurun, sementara kalau lurus akan tembus Barbasari. Kost Admo terletak setelah turunan itu. Rapat yang digelar pada Desember yang basah itu gagal karena yang datang hanya Mayensi (Ian). Karena batal, kami berdua ngobrol ngalor ngidul sampai muncul ramalan Admo tentang berdirinya KPRP. Katanya, KPRP akan dibentuk di halaman Fakultas Filsafat UGM.

Dalam buku Mendongkel Kursi Tua Sang Tiran tidak ada ditulis ramalan Admo itu. Di buku ini, Admo oleh Kiswando hanya ditulis seperti kentut, muncul sebentar lantas menghilang. Padahal ramalan Admo ini setepat ramalan Jayabaya dan Ronggowarsito. Karena yakin dengan ramalannya itu, Admo memutuskan tidak akan meninggalkan kampus Filsafat UGM. Kostnya ia tinggalkan dan memilih tidur di ruangan Pijar. Maka sejak 1 Januari 1997 sampai KPRP terbentuk, Admo sebagai penunggu paling setia Pijar. Perpisahan Admo dengan ruangan Pijar terjadi setelah Soeharto tumbang, ketika dia dipindahkan untuk mengorganisasikan PRD Jawa Tengah. Sejak saat itu Admo keliling Jawa Tengah sampai terbentuknya Kepal PRD.

Selain Purwoketo, Semarang dan Solo, Admo sering menetap di Magelang. Pernah suatu malam saya diajak ke tempat tinggalnya di Magelang. Setelah turun dari bus jurusan Yogya-Magelang di dekat Puskesmas, Admo mengajak berjalan. Tapi ada yang aneh, sepertinya dia lupa sesuatu sehingga berhenti di suatu tempat. Setelah saya tanya, dia menjawab bahwa yang menjadi patokan tempat tinggalnya adalah angkringan. Malam itu angkringannya ternyata tutup. Admo pun lupa dimana letak tempat tinggalnya. Setelah bertanya kepada orang yang cangkruk di pos ronda, akhirnya dia ingat. Salah satu kelebihan Admo memang tak hafal tempat, bahkan tempat tinggalnya sendiri.

Di Jawa Tengah Admo sangat disegani, bahkan bisa dibilang patron. Tidak ada yang berani membantah kata-katanya. Bahkan aktivis PRD yang tergolong senior seperti Hari “Gombloh” Sutanta dan Wirayanti, tidak ada yang berani membantah Admo. Apalagi sekelas Bayu atau Onang. Admo batuk saja mereka langsung menunduk. Agar tidak menjadi Stalin di Jawa Tengah, Admo ditarik ke Jakarta. Pangkatnya menjadi komisaris politik. Maka berhadapanlah dia dengan orang-orang Sumatera seperti Ikhyar “Cesper” Valeyati dan Putra Budi Ansori yang jago depat juga.

Pernah pula Admo menjadi anggota Politbiro setelah Kongres PRD di Salatiga. Saya seringkali ngikik-ngikik sendiri setiap Politbiro rapat. Anggota Politbiro yang beranggotakan tujuh orang pusing setiap berdebat dengan Admo. Metode debat Admo memakai jurus membalik meja. Kata-kata orang dia bolak-balik sampai orang yang yang menyatakan tidak yakin sendiri dengan kata-katanya. Setelah orang pusing, dia menyetujui pendapat yang dibantahnya. Admo tidak mau sejak awal menyetujui sebuah pendapat walaupun sebetulnya satu pemikiran dengan pendapat itu.

Sejak SMA, Admo sudah aktif di organisasi siswa Katolik. Elisabet Ida dan Dewi Larasati adalah adik kelasnya di SMA 3 Yogyakarta. Mungkin kemampuan debatnya sudah diasah sejak SMA dengan mentor para Jesuit. Perdebatan yang tak kalah menarik ketika Admo berdebat dengan Sri Wahyuningsih kala rapat KPK PRD Yogya. Saya senang kalau mereka sedang berdebat. Dua-duanya sama kerasnya. Kalau debat sama-sama sampai mencucu-mencucu (manyun). Tapi kalau ada Haji Faisol Riza, perdebatan tidak pernah terjadi. Efektif dan efisien agar hemat anggaran.

Setelah saya telisik, ramalan Admo akan muncul organisasi bernama KPRP, tidak lepas dari pengaruh spiritualis Jawa. Admo lahir di Gunung Kidul, kawasan hutan tandus. Di kawasan itu, kenyakinan Kejawen masih tumbuh. Seseorang akan mampu meneropang masa depan bila mau nglokoni sejumlah ritual. Admo walaupun bergabung dengan PRD yang Marxis, masih menjalani ritual-ritual tertentu. Diantara tidak mandi dan potong rambut. Hidup Admo seperti bohemian, padahal sedang menjalani tirakat tertentu. Hidupnya tidak tertib. Semau gue. Admo baru potong rambut setelah ditarik ke Jakarta. Sejak di Jakarta Admo tampil rapi. Kalau ada orang tidak rapi diolok-dioloknya. Dan, satu kebiasaan baru: suka menyikat kamar mandi. Bahkan dilakukannya tengah malam.

Admo memang tipe organisatoris. Dia tidak suka membaca buku atau teori. Walaupun pola hidupnya seperti awut-awutan, dia cukup rapi ketika diberi tanggungjawab. Admo pernah menjadi ketua konggres PRD di Lampung. Konggres yang memilih kembali Haris Rusli Moti sebagai ketua PRD, bisa dibilang sukses.

Setelah teman-temannya sukses menjadi komisaris hingga wakil menteri, Admo masih berada di dunianya. Dia membuang semua alat komunikasi, memutuskan hubungan dengan kawan-kawannya. Admo memang anak didik Ignatius Loyola dan ordo Jesuit. Admo tetap setia pada sumpah :“Kami menyatakan kesediaan kami yang baru untuk diutus ke kebun anggur Tuhan, demi pelayanan Gereja yang lebih besar dan kemuliaan Tuhan yang lebih besar.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *