Dalam bahasa Indonesia kempit artinya dijepit dengan kedua paha. Inilah yang dialami Hasto akibat babak belur dalam Pilkada. Dampaknya, ia dikempit oleh Puan Maharani. Kita bisa membayangkan bagaimana rasanya dikempit Puan. Tentu tak bisa bergerak. Hanya kloget-kloget saja seperti cacing.
Kandang Banteng memang sedang memanas. Kubu Hasto vs kubu Puan saling telikung di internal. Ciri politik Hasto adalah adu domba dan pecah belah. Kader-kader yang nasionalis sejati seperti Maruarar Sirait, Firmajaya Daeli, Trimedya Pandjaitan, Effendi Simbolon, Johan Budi, dll, disingkirkan oleh Hasto. Begitulah cara Hasto dalam berpolitik, termasuk menendang teman seperjuangannya di PDIP. Atas peran Hasto, tak sedikit kader PDIP yang dijauhkan dari Megawati.
Sudah diketahui publik sekarang Hasto menempel kepada Prananda, anak Megawati yang lain. Pelan-pelan ia menyingkirkan Puan Maharani dan kelompoknya dari PDIP. Oleh Hasto peran Puan berusaha untuk terus-menerus dipreteli. Sebagai sekjen yang gemar menjilat Megawati, Hasto merasa jagoan. Puan sebagai Putri Mahkota posisinya sedang terancam.
Sejak Taufik Kiemas tiada, praktis hanya Megawati yang pegang kendali terhadap PDIP. Dan saat ini Megawati dikendalikan oleh Hasto. Merasa paling dekat dengan Megawati, ia tambah songong. Ia yang sempat mencret-mencret ketika kasus Harun Masiku mencuat ke publik, kini tampil kian arogan. Mungkin ketika Harun Masiku tertangkap, ia akan menangis-nangis lagi. Dalam sejarah PDIP, Hastolah sekjen yang sering nangis. Ia memang pemain teater yang lihai untuk menarik simpati Megawati.
Politik “belah bambu” inilah yang dipraktekkan Hasto dalam berpolitik. Ia injak satu orang untuk mengangkat orang lain. Tak mengherankan kalau PDIP di bawah sekjen Hasto lebih banyak menyerang daripada berkawan. Siapa saja diinjak oleh Hasto. Sekarang PDIP merupakan partai paling frontal menyerang kubu lain. Hasto jagonya drama queen.
Semakin hari Hasto semakin ofensif melakukan hantaman-hantaman kepada lawan politik. Pertemuan antara Megawati dan Prabowo juga dihalang-halangi oleh Hasto. Alasannya jelas, Hasto menginginkan suasana panas antara tokoh politik, seperti ia mempertahankan konflik antara Megawati dan SBY.
Setelah bonyok di Pilkada, Hasto hendak cuci tangan. Seolah-olah ada kader yang mbalelo sehingga banyak calon mereka yang tumbang. Hasto juga menyerang polisi. Ia menuduh polisi sebagai Partai Coklat yang cawe-cawe dalam Pilkada. Ia hantam sana-sana untuk menyerang lawan. Tujuannya untuk menutupi ketakbecusannya sebagai sekjen. Trio kwek-kwek—Hasto, Deddy dan Adian—main hantam sana sini. Jokowi sasaran utama. Kawannya sendiri seperti Bambang Pancul sasaran selanjutnya.
Hasto punya rencana agar Megawati tetap sebagai ketua Banteng. Dengan begitu jabatan sekjen tak lepas dari tangannya. Maka ia melakukan segala daya agar Puan tak jadi ketua umum. Orang-orang Puan diamputasi. Tapi Puan tentu tak tinggal diam. Sekarang ia jepit Hasto. Makanya Hasto hanya kloget-kloget. Kabarnya, daerah-daerah mulai bergejolak agar Mega dan Hasto diganti. Kakak Mega, Guntur justru mengusulkan Jokowi sebagai pengganti Megawati. F.X. Rudy yang selama ini frontal terhadap Jokowi, hanya manggut-manggut. Ia sendiri juga dalam ancaman karena keok dalam Pilkada Solo.
Setelah wahyu keprabon hilang dari atas kandang Banteng, sepertinya akan ada banjir darah di partai itu. Sebagaimana pergantian kekuasaan yang selalu ditandai dengan prahara, hal ini rupanya akan menimpa Banteng. Keruntuhannya hanya tinggal tunggu waktu.
Melihat Hasto bekerja seperti melihat Kompeni Belanda dengan politik devide et impera alias adu domba. PDIP dipastikan akan tenggelam bila terus-menerus dikendalikan oleh Hasto. Dalam sejarah perpolitikan Indonesia, Hasto adalah bunga bangkai.***
Ngeri kali ah tulisan adu domba dgn materi adu dombanggg….
Wkwkwk