Dalam pamflet Dua Taktik Sosial Demokrasi dalam Revolusi Demokratik, Lenin mengungkapkan peran penting Revolusi Demokratik. Revolusi ini sangat krusial untuk membersihkan sisa-sisa feodal, membuka ruang demokrasi seluas-luasnya dan membangun sistem ekonomi yang memihak pada wong cilik. Revolusi Demokratik memang masih berada dalam cangkang sistem kapitalisme, namun harus dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh kekuatan kiri agar bisa memimpin jalannya perubahan.
Di lapangan politik jelas terlihat pemerintahan Prabowo-Gibran membuka demokrasi yang luas. Ini bisa kita saksikan ketika kekuasaan mengakomodir unsur-unsur kiri, dalam ini kader-kader PRD (Partai Rakyat Demokratik). Selain itu, Prabowo juga memasukkan unsur-unsur Islam, PKS, PAN, PPP dan Partai Gelora. Sementara di tengah, unsur nasionalis menjadi jangkarnya. Bisa dikatakan, Prabowo menjalankan prinsip Nasakom (nasionalis, agama, komunis) yang digagas oleh Sukarno.
Secara ekonomi, Prabowo-Gibran juga menjalankan konsep-konsep ekonomi seperti era Lenin. Program industrialisasi yang dilakukan melalui serangkaian hilirisasi di banyak bidang, peningkatan industrialisasi pertahanan melalui Pindad, memberikan makan siang gratis kepada anak sekolah dan ibu hamil, meningkatkan fasilitas kesehatan, menaikkan upah buruh dan guru demi mendorong kesejahteraan yang lebih baik, redistribusi tanah kepada petani dan wong cilik dengan program sertifikasi, membangun tiga juta rumah untuk kelas menengah ke bawah, hingga pemberian bantuan langsung tunai kepada warga miskin.
Program-program tersebut sejalan dengan program ekonomi Lenin setelah Revolusi Oktober 1917. Sebuah program yang bertumpu pada industrialisasi guna memajukan kapitalisme, meningkatkan kesehatan serta kesejahteraan dan memberikan kesempatan luas kepada industri kecil dan menengah dengan negara sebagai pengontrol utamanya.
Program-program di atas hanya dapat terwujud bila ada persatuan nasional. Segenap potensi bangsa dari berbagai spektrum bersatu untuk mewujudkan Indonesia Emas. Oleh karena itu, demi persatuan nasional, langkah kader-kader PRD untuk bergabung dengan Prabowo-Gibran, sudah tepat. Dulu memang berseteru, sekarang waktunya untuk bersatu. Dalam situasi seperti ini, kader-kader PRD tidak bisa mengisolasi diri, berdiam diri di luar arena dan menonton pertandingan. Tepat yang dikatakan salah satu kader PRD, Putra Budi Ansori, yang mengatakan “Kita harus berada dalam peristiwa-peristiwa agar bisa ikut dalam perdebatan.”
Tanpa berada dalam “peristiwa”, yang ada sebatas hanya bisa merajuk saja seperti dua kader PRD pendukung Anies, Hari “Gombloh” Sutanta dan Agung “Panjul” Nugroho. Mereka merajuk karena sampai sejauh ini belum tanda-tanda yang mengajak masuk dalam gerbong yang tengah melaju. Padahal, keduanya sudah berdiri di pinggir jalan sembari tak henti-hentinya melambai-lambaikan tangan seperti waria di Taman Lawang.
Adanya kader-kader PRD dalam berbagai posisi, mulai dari kepala badan, wakil menteri, komisaris, staf khusus, tenaga ahli hingga ajudan, tentu kita harapkan akan bisa mengontrol program-program Revolusi Demokratik yang sedang dijalankan Prabowo-Gibran. Hanya orang-orang kiri–lah yang paham arti penting proses penuntasan Revolusi Demokratik. Jangan sampai proses ini diselewengkan oleh kekuatan-kekuatan reaksioner yang akan memukul balik jalannya perubahan.
Kita bisa berharap banyak karena kader-kader PRD terbaiklah yang bergabung dengan Prabowo. Secara ideologi, politik dan organisasi, mereka telah teruji dan tertempa dalam upaya melawan rezim diktator sebagaimana Prabowo tertempa dalam medan pertempuran. Kita percaya pada kemampuan mereka dalam menjalankan program-program yang telah dicanangkan oleh Prabowo.
Komitmen itu memang tergambar jelas. Agus Jabo, Wakil Menteri Sosial, misalnya, di akun tiktok–nya dengan tegas akan mengawal program makan bergizi gratis. Katanya, program ini merupakan program Prabowo sejak lama. Prabowo melihat hampir 30 persen rakyat Indonesia kekurangan gizi. Oleh karena itu, sekarang sejak ibu hamil sudah harus diperhatikan gizinya. Kita tak perlu meragukan komitmen Agus Jabo untuk menyukseskan program itu, hampir separuh hidupnya sudah ia abdikan bersama wong cilik.
Dengan situasi yang digambarkan di atas, upaya menuntaskan Revolusi Demokratik akan berakhir indah seperti lengkung pelangi, seperti sajak Wiji Thukul, Ada Pelangi di Langit Sore:
ada pelangi di langit sore
seusai siang badai
ada damai menjelang sore