Ada satu lirik lagu Senandung Istri Bromocorah :“Nak, berhentilah jangan sekolah/Bapakmu sudah tak kerja/Nak, jangan menangis/Memang begini keadaannya.” Lagu dinyayikan oleh Iwan Fals itu menggambarkan realitas orang-orang pinggiran. Mereka yang tergilas oleh sistem kapitalisme. Jadilah manusia-manusia yang tersisih oleh lindasan zaman: jadi bromocorah dan anak-anak yang tak bisa sekolah. Di era Prabowo-Gibran, semua itu akan dipupus. Semua anak harus sekolah.
Prabowo sudah berkomitmen bahwa setiap anak berhak mendapatkan sekolah yang layak. Dalam arena kapitalisme, sebagai kelanjutan politik etis, sekolah hanya sarana untuk menyiapkan manusia sebagai tenaga produktif. Mereka dididik agar bisa memenuhi pasar tenaga kerja. Oleh karena itu, sekolah bukan ladang mencari ilmu, tetapi ajang bisnis. Komersialisasi pendidikan menjadikan anak-anak si miskin hanya menjadi penonton, tak pernah bisa memasuki ruang sekolah. Kesadaran inilah yang membuat Prabowo mendirikan Sekolah Rakyat.
Ada kisah menarik dalam serial Rumah Masa Depan yang diyangkan TVRI zaman Orde Baru. Sangaji, anak pintar tak bisa sekolah. Ia hanya berjualan majalah dan koran bekas di pasar. Kemampuannya tertimbun oleh kemiskinan. Itulah sekelumit kisah orang-orang kecil yang tersingkir. Selama ini banyak potensi-potensi seperti Sangaji yang terkubur akibat kemiskinan. Dan, Prabowo akan membangun “rumah masa depan” bagi si miskin.
Gagasan utama Sekolah Rakyat adalah sama rata sama rasa. Semuanya bisa rata bersekolah. Semua bisa me-rasa-kan sekolah. Si kaya dan si miskin mempunyai hak yang sama. Dan, kewajiban negara agar semuanya bisa bersekolah. Tentu saja si miskin harus dibantu karena tak punya modal untuk sekolah. Hasil kerja mereka tak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan mengisi perut, apa lagi untuk sekolah. Uluran tangan negara adalah yang utama.
Prabowo hadir agar si miskin bisa menikmati pendidikan dengan kualitas bagus dan tak dipungut biaya. Mereka akan diasramakan sehingga bisa lebih fokus dalam belajar. Sistem asrama bukan sistem yang baru. Sejak zaman padepokan hingga zaman sekolah kedinasan, sistem asrama sudah diterapkan. Siswa-siswi sudah dicukupi semua kebutuhan hidupnya, tugas mereka tinggal menuntut ilmu.
Sadar-sedarnya, Prabowo ingin menjadikan anak Indonesia mampu bersaing dengan negara-negara lain. Hanya dengan pendidikan yang bagus, bangsa Indonesia akan melahirkan generasi yang jempolan. Oleh karena itu, program Sekolah Rakyat merupakan upaya Prabowo untuk melakukan proses revolusi sosial. Artinya, secara sosial kondisi bangsa Indonesia perlu direvolusi lewat pendidikan agar jurang si kaya dan si miskin bisa diperpendek. Dengan begitu si miskin tidak menghasilkan generasi bromocorah dan si kaya tidak menjadi penghisap. Bila struktur sosial berubah maka kehidupan masyarakat akan berubah.
Tiongkok hari ini merupakan contoh nyata pentingnya revolusi pendidikan. Mereka melakukan investasi besar-besaran untuk membangun infrastruktur sekolah, pelatihan guru dan perbaikan kurikulum. Mereka juga menerapkan sistem pendidikan gratis bagi semua warganya. Langkah pemerintahan Prabowo untuk melakukan investasi besar-besaran lewat Sekolah Rakyat merupakan trobosan yang jitu. Benar kata ujaran lama, “belajarlah sampai ke negeri Cina.” Dan, Prabowo melakukan itu.
Dengan program kerakyatan ala Pabowo, istri Bromocorah tak perlu menyenandungkan nada sedih lagi: “Entah bagaimana masa depanmu/Entah bagaimana hari depanmu.” Pemerintahan Prabowo sudah menyiapkan masa depan dan hari depan bagi bangsa Indonesia.***