TAK ADA LAGI DWI FUNGSI TENTARA

Ketakutan terhadap revisi UU TNI persis sama dengan ketakutan terhadap komunisme: hanya ada di kepala. Borjuis kecil—intelektual paranoid dan LSM—seperti anjing yang terbakar ekornya: heboh sendiri.

Konsep tentara Indonesia adalah tentara rakyat. Selain bekas KNIL dan PETA, unsur utama pembentuk tentara adalah laskar-laskar rakyat. Sukarno memilih Suprijadi—tokoh revolusioner dalam pemberontakan PETA di Blitar—sebagai Palinglima TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Tatkala Suprijadi tidak muncul, tongkat komando diberikan kepada Sudirman—mantan guru yang pernah mendapatkan didikan PETA. Semenjak awal tentara di Indonesia tak dipisahkan dengan rakyat. Pada awalnya, konsep tentara di Indonesia mirip dengan tentara Merah di Tiongkok.

Bukan hanya sekadar masalah politik

Selama ini heboh tentang tentara di Indonesia sebatas keterlibatan dalam politik. Heboh ini karena trauma ketika masa Orde Baru tentara masuk dalam kancah politik. Semasa Orde Baru, tentara menjadi bagian dari Golkar dan memiliki fraksi sendiri di parlemen. Selain itu, tentara juga menduduki jabatan seperti kepada daerah,direktur Pertamina hingga rektor perguruan tinggi. Di sisi lain, tentara juga melakukan teror dan represi terhadap rakyat. Inilah yang menyebabkan trauma bagi rakyat. Lembaga seperti Opsus dan Kopkamtib menjadi lembaga super power yang bisa melakukan penangkapan terhadap siapa saja yang dianggap menentang negara.

Pijar, majalah Fakultas Filsafat UGM—saat itu Nezar Patria (sekarang Wamen Komdigi) menjadi pimpinan redaksi—pernah menerbitkan laporan berjudul Militer Ada Dimana-Mana. Dalam laporan tersebut dipaparkan peran tentara ada diberbagai kehidupan sipil , dari tingkat desa sampai tingkat pusat. Inilah yang membuat tentara menjadi momok hiyong bagi demokrasi di Indonesia.

Masuknya tentara dalam politik merupakan konsekuensi politik semasa Indonesia baru merdeka. Setelah program Reorganisasi dan Rasionalisasi (RERA) dijalankan oleh Hatta, unsur-unsur revolusioner disingkirkan dari tentara. Hanya unsur-unsur PETA dan KNIL yang dipertahankan. Diantara faksi PETA dan KNIL juga terjadi konflik. Peristiwa 17 Oktober 1952 merupakan puncak dari konflik tersebut. Sebagaimana diulas oleh Harold Crouch dalam buku Militer dan Politik Indonesia, peristiwa tersebut bukan bertujuan untuk mengkudeta pemerintahan sipil, namun bentuk kekecewaan beberapa perwira Angkatan Darat terhadap kekuasaan sipil yang menghalangi mereka untuk melakukan konsolidasi.

Harold Crouch menjelaskan ditariknya tentara dalam kancah politik “bukan terutama karena ambisi politik para perwira atau karena pandangan dangkal para politisi, tetapi semata-mata  karena keadaan politik telah runyam…” Situasi politik Orde Lama yang tidak stabil, memungkinkan tentara masuk dalam politik. Demokrasi liberal gagal membuat stabilitas politik dengan kabinet yang jatuh bangun. Keadaan ini tidak memungkinkan tentara untuk memecilkan diri dari dinamika politik. Situasi semacam ini membuat tarik ulur tentang tentara sebagai kekuatan pertahanan atau kekuatan politik terus terjadi. Maka A.H.Nasution masuk dengan konsep “jalan tengah” yang kemudian menjadi pondasi Dwi Fungsi ABRI.

Sejarah tentara pernah terlibat dalam politik merupakan kenyataan yang mesti diakui. Keterlibatan tentara dalam politik telah melahirkan trauma bagi kelompok sipil dan rakyat. Oleh karena itu, Reformasi 1998 melakukan koreksi total terhadap peranan tentara dalam kancah politik. Sebagai kekuatan bersenjata, tentara tak boleh berpolitik. Bila terlibat dalam politik, dengan senjata yang dimiliki, tentara bisa memaksakan kehendaknya dan bisa pula digunakan untuk melanggengkan kekuasaan. Oleh karena itu, reformasi 1998 secara total melucuti peran politik tentara. Tak ada lagi fraksi ABRI di parlemen. Tak ada lagi tentara aktif menjadi kepala daerah. Tak ada lagi tentara menjadi bagian dari Golkar atau partai politik lainnya. Dan, tentara dan polisi telah dipisahkan. Langkah ini bisa dikatakan berhasil. Tentara juga mereformasi dirinya sendiri. Hingga saat ini, tentara telah menyapih dirinya dari urusan politik.

Oleh inteletual paranoid dan LSM penghamba modal asing,  hantu tentara akan berpolitik dihidupkan lagi. Seolah-olah revisi terhadap tiga pasal UU TNI akan membangkitkan kembali Dwi Fungsi. Dalam revisi tersebut sama sekali tidak ada pasal yang menarik tentara dalam politik. Pasal yang diubah sebatas masa usia pensiun dan penambahan jabatan tentara dalam jabatan sipil dari 10 menjadi 16. Dan, semua jabatan tersebut bukan jabatan politik, melainkan jabatan yang memang memerlukan peran tentara di dalamnya. Dengan pembatasan yang jelas tersebut justru memberikan aturan yang pasti bagi pemerintah untuk menempatkan tentara dalam jabatan-jabatan tertentu dan publik pun bisa mengawasi. Di luar 16 jabatan tersebut, seorang prajurit harus mengundur diri dari  tugas kemiliteran. Aturan ini cukup jelas bagi orang yang mau berpikir jernih.

Tentara tak boleh menjadi borjuasi bersenjata

Yang paling berbahaya dari sekadar politik tentara adalah bila tentara berubah menjadi borjuasi bersenjata. Sebagaimana ditulis Kepal PRD dalam buku Demokrasi Multipartai, bahwa “Dominasi ABRI dalam politik adalah akibat yang tak terhindarkan dari kesempatan pemegang senjata yang diberikan kesempatan membangun basis ekonomi….” Dengan kata lain, yang berbahaya bila tentara Indonesia bertranformasi menjadi borjuasi bersenjata.

Keterlibatan militer dalam bisnis sebetulnya sudah ada sejak Indonesia merdeka. Tentara Indonesia sejak awal diberikan keleluasaan untuk mencari dana sendiri guna mencukupi biaya operasi-operasi mereka. Berbagai laskar-laskar rakyat mencari dana sendiri untuk membianyai perang gerilnya melawan agresi militer Belanda. Namun, secara sistematis keterlibatan tentara dalam bisnis dilakukan sejak RERA pada zaman Hatta menjadi perdana menteri. Usaha-usaha tentara untuk mulai melakukan bisnis—dengan alasan anggaran yang diberikan pemerintah kecil—paska RERA sering menimbulkan ketegangan karena setiap komandan-komandan wilayah mempunyai wewenang untuk mengembangkan bisnis sendiri yang sering kali tanpa sepengetahuan di tingkat pusat.

Peristiwa PRRI/PERMESTA dapat kita jadikan contoh tentang ketegangan yang terjadi antara penguasa teritori di tingkat daerah dengan yang di pusat.  Dalam peristiwa tersebut, Komando TT I/ Bukit Barisan di Sumatera dan Komando TT VII/Wirabuana di Sulawesi, untuk mendanai kerja-kerja operasionalnya melakukan penyelundupan karet di Sumatera dan kopra di Sulawesi. Ini tentu saja merugikan pemerintahan pusat maupun pimpinan tentara yang ada di Jakarta . Saat itu pola-pola penyelundupan ini merupakan hal yang wajar dalam bisbis tentara. Dalam sejarah, Kolonel  J.E Worrouw, Palingma TT VII Wirabuana pernah diadili karena melindungi bisnis penyelundupan kopra,

Semenjak program Benteng dijalankan Sukarno, keterlibatan tentara dalam bisnis semakin masif. Setelah tahun 1957, perusahan-perusahan Belanda yang dinasionalisasi oleh serikat-serikat buruh, akhirnya sebagian besar diambil alih oleh tentara. Nasution mengambil prakarsa tersebut agar perusahan-perusahaan ditempatkan di bawah tentara agar ‘terjamin keamanannya’. Sejak saat inilah tentara menguasai bisnis ekonomi dalam sekala besar. Keadaan ini semakin kokoh ketika Soeharto naik menjadi presiden. Sebagai mana yang diungkapan Richard Robison dalam buku Soeharto dan Kebangkitan Kapitalisme Indonesia, Soeharto membuat aliansi  antara tentara, borjuasi Tionghoa dan pemodal asing untuk membangun perekonomian Indonesia.

Guna mengukuhkan peranannya di atas,  Orde Baru menempatkan perwira-perwira tentara ditempatkan diberbagai BUMN-BUMN dan membentuk unit-unit usaha baru. Kerjasama dengan borjuasi Tionghoa juga ditingkatkan. Sebagai contoh kerjasama antara Liem Sioe Liong—sahabat bisnis Soeharto— dengan tentara membentuk Bank Windu Kencana—bank ini menjadi basis pencarian dana  dan perluasan usaha sektor lain. Sebagaimana dipaparkan Robison bahwa pada masa Orde Baru para jenderal-jenderal memiliki “akses hampir tak terbatas terhadap sumber-sumber daya dan fasilitas milik negara serta kekuasaan untuk memengaruhi alokasi lesensi impor/ekspor, konsensi hutan dan kontrak-kontak negara.”

Sebagaimana dicatat dalam buku Bila ABRI Berbisnis, masing-masing matra tentara memiliki bisnis. Angkatan Darat melalui empat yayasan yang mereka miliki–Yayasan Kartika Eka Paksi (YKEP), Induk Koperasi Angkatan Darat (Inkopod), Yayasan  Kesejahteraan Korps Baret Merah (YK KOMBE) milik Kopassus—mengembangkan bisnis-binisnya. Mereka bergerak dalam berbagai usaha—transportasi, konstruksi, perikanan, HPH, dan lain sebagainya. Tabel di bawah ini menunjukkan bisnis-bisnis yang dimiliki oleh Angkatan Darat pada masa Orde Baru.

 

Nama Perusahaan/Proyek Keterangan Nama Perusahaan/Proyek Keterangan
Yayasan Kartika Eka Paksi (YKEP):

PT. Aerokarko Indonesia

PT. Asuransi Cigna Indonesia

PT. Cilegon Fabricators

PT. Kayan River Indah Timber Plywood

PT. Kultujaya Tri Utama

PT.Lukita Wahana Sari

PT. Meranti Sakti Indah Plywood

PT. Meranti Sakti Indonesia

PT. Panca Usaha Palopo Plywood

PT. Pondok Indah Padang Golf

PT. Privated Development Finance.Co

PT. Sinkanoi Indonesia Lestari

PT. Sumber Mas Indonesa

PT. Sumber Mas Timber

PT. Truba Anugerah Elektronik

PT. Truba Gatra Perkasa

PT. Truba Jurong Engineering

PT. Truba Jurong Engineering Pie Ltd.

PT. Truba Sadaya Industri

PT. Sakai Sakti

PT. Kayan River Timber Product

PT. Sempati Air

PT. Internasional Timber Corporation Indonesia (ITCI)

PT. Bank Artha Graha

PT. Danayasa Arthama Universitas Ahmad Yani Bandung

 

Induk Koperasi Angkatan Darat (Inkopod):

Duta Kartika Kencana Tour &Travels

Kartika Plaza Hotel

Kartika Aneka Usaha

Kartika Buana Niaga

Duta Kartika Cargo Service

Orchid Palace Hotel

 

 

 

 

 

 

 

Pemasok

 

 

 

 

 

 

 

 

 

HPH

 

 

 

 

 

 

Konstruksi

 

 

 

 

 

Poperti

 

 

 

 

 

 

 

Eks-impor

Induk Koperasi Angkatan Darat (Inkopod):

Kartika Cipta Sarana

Mina Kartika Samudera

Rimba Kartika Jaya

Mitra Kartika Sejati

Kartika Inti Perkasa

Kartika Summa

Mahkota Transindo Indah

 

Yayasan

Kesejahteraan Korps Baret Merah (YK KOMBE) Milik Kopassus:

Operasi Prawita

 

 

 

 

 

 

 

 

PT. Kobame Propetindo

 

 

KMB Tribuana I (dalam rencana)

 

 

 

Dalam Rencana

 

 

 

Dalam rencana

 

 

Konstruksi

Perikanan

Timber

Shirimp

Hoding comp.

Holding comp.

Holding comp.

 

 

 

 

 

Kerjasama dengan Kadin untuk melatih & mengembangkan para anggota Kopassus menjadi wiraswastawan

 

Pemilik Graha Cijantung

Transportasi bisnis perkayuan di Kalimantan

 

Distribusi metanol dari Pertamina

 

Pengelolaaan pasar swalayan di berbagi negara

 

Tabel 1: Perusahan Milik Angkatan Darat

Walaupun tidak sebanyak Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara juga mengembangkan bisnisnya. Angkatan Laut lebih berfokus pada bisnis perkapalan, penyulingan minyak dan produksi bahan kimia. Sedangkan Angkatan Udara berfokus pada pers, telekomunikasi dan perdagangan umum. Tabel di bawah ini menunjukkan bisnis-bisnis mereka pada masa Orde Baru.

 

Nama Perusahaan/Proyek Keterangan Nama Perusahaan/Proyek Keterangan
Yayasan Bhumyanca (Yasbhum)

Bank  Bahari

Admiral Lines

Yala Trading

Bhumyanca Film

Bintara Beach Internasiona

Resort

Pulau Bayan Marina Club

Karimun Kecil

 

Sekolah-sekolah Hang Tuah

Induk Koperasi AL (Inkopal) &Primer Koperasi AL(Primkopal):

(Selain berbagai bisnis di atas, TNI AL juga mengembangkan berbagai bisnis, yang berada di bawah naungan Inkopal dan Primkopal)

 

Perkapalan

Suku cadang

 

 

 

 

Penyulingan minyak mentah

 

 

 

 

 

Usaha di Bawah Inkopal, yang cukup terkemuka adalah usaha bisnis bahan kimia yang berlokasi di Surabaya

Yayasan Adi Upaya:

Bank Angkasa

Aerokarto Indo

Dirgantara Air Service

Angkasa Puri

Cardig

PT. Mediarona Dirgantara

PT. Kresna Puri Dirgantara

 

 

PT. Kontruksi Dirgantara

Induk Koperasi AU (Inkopau)

 &Primer Koperasi AU (Primkopau):

(selain berbagai bisnis di atas, TNI AU juga mengembangkan berbagai bisnis yang berada di bawah naungan Inkopau dan Primkopau)

 

 

 

 

 

PERS

Telekomunikasi &perdagngan umum

 

Tabel 2 : Perusahan Milik AL dan AU

Juga tidak ketinggalan dengan tiga matra di atas, kepolisian juga  menjalankan bisnis. Mereka paling tidak mempunyai Yayasan Bisnis Bhakti, Induk Koperasi Polisi (Inkoppol) serta Primer Koperasi Polisi (Primkoppol). Pada masa Orde baru, melalui yayasan-yayasan tersebut  polisi mengembangkan bisnis-bisnya.

 

Nama Perusahaan/Proyek Keterangan
Yayasan Bisnis Bhakti:

PT. Tansa Trisna

 

 

PT. Bhara Induk

PT. Braja Tama

 

 

PT. Braja Tara

 

PT. Bhara Union

 

PT. Asuransi Bhakti Bhayangkara

PT. Sabta Pirsa Mandiri

 

Gedung Bimantara

Bank Yudha Bhakti

Asuransi Bhakti Bhayangkara

Induk Koperasi Polisi (Inkoppol)

Dan primer Koperasi Polisi

(Primkoppol)

(Selain berbagai bisnis di atas, Polri juga mengembangkan berbagai bisnis lain.

 

Perdagangan umum, kayu, kimia, dan udang

HPH dan Garmen

Pergangan umum, HPHm, perhotelan, dan garmen

Angkutan Bahan peledak

Perdagangan Umum dan HPH

Asuransi

Adjuster Klaim asuransi

 

Tabel 3 : Milik Kepolisian

 

Tentara dan polisi yang berbinis inilah menimbulkan ancaman bagi demokrasi di Indonesia. Lewat bisnis-bisnis inilah yang menjadi modal bagi tentara untuk terlibat dalam politik. Reformasi 1998 telah mengoreksi sampai akar-akarnya semua itu. Sebagaimana peranan tentara dalam politik yang dilucuti, dalam bisnis juga dilakukan hal yang sama. Tentara dikembalalikan dalam peran sebagai penjaga pertahanan dan keamanan.

Tidak ada satu pun pasal  dalam revisi UU TNI yang memberikan kesempatan pada tentara untuk berbisnis. Ini memperlihatkan bahwa tentara tetap dijaga agar tetap berada dalam fungsi utamanya, bukan sebagai kekuatan borjuasi bersenjata sebagaimana era Orde Baru. Secara internal, tentara sendiri sudah menyadari bahwa keterlibatan mereka dalam bisnis pada masa Orde Lama dan Orde Baru adalah sesuatu yang salah. Oleh karena itu, ketakutan bahwa revisi UU TNI akan mengembalikan Dwi Fungsi sebagaimana pada masa Orde Baru hanyalah kegenitan beberapa intelektual dan LSM. Mereka masih hidup dalam mimpi basah masa lalu.

Sebagaimana pesan Kitab Suci: “Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu berlaku tidak adil,” kita juga perlu berlaku adil terhadap reformasi yang telah dilakukan oleh tentara Indonesia. Kita kawal terus agar tentara Indonesia menjadi tentara yang profesional. Dan, Prabowo Subianto adalah jenderal yang akan menjaga tegaknya demokrasi di Indonesia. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *