Jenderal Simon Bolivar di ujung senjanya merasa sia-sia atas perjuangannya melawan imperialisme Spanyol di Amerika. Negeri-negeri yang ia bebaskan dari penjajahan tercabik-cabik. Impiannya mendirikan satu imperium di Amerika Latin pecah, menciptakan rasa perih. Ia pun mati dalam kesunyian. Itulah yang diceritakan Gabriel Garcia Marquez dalam Sang Jenderal dan Labirinnya.
Di Indonesia, hampir 100 tahun setelah kematian Jenderal Simon Bolivar, Jenderal Prabowo Subianto ingin menghidupkan asa negara yang berani menghadapi imperialisme modern. Ia ingin sang garuda mengepakkan sayapnya di angkasa seperti era renaissance Majapahit.Sama seperti Majapahit, Prabowo banyak menengok ke Tiongkok.
Kapal dan senjata
Awal mulanya dari kata dalam bahasa Jawa: jong. Kata ini berasal dari bahasa Tiongkok: jung. Sebuah kata untuk menyebut kapal-kapal raksasa milik Tiongkok.
Pada abad pertengahan, industri perkapalan Tiongkok memang sangat pesat. Kapal-kapal raksasa sudah mondar-mandir melintasi samudra untuk berdagang. Dalam pelayaran dari Tiongkok ke India dan sebaliknya, kapal-kapal tersebut tak jarang singgah di pelabuhan-pelabuhan Nusantara yang ada di Jawa dan Sumatera. Biasanya selama enam bulan kapal dagang Tiongkok berada di Nusantara untuk menunggu arah angin yang akan membawa ke Tiongkok. Rentang waktu enam bulan ini digunakan oleh orang Tiongkok maupun penduduk pribumi untuk berdagang dan tukar menukar kebudayaan.
Pesatnya industri perkapalan Tiongkok bisa dilihat dari catatan sejarah. Ketika Eropa masih berkutat dengan kapal buntut untuk mengelilingi dunia, Tiongkok telah menghasilkan kapal raksasa yang kokoh. Kemajuan teknologi navigasi—kompas ditemukan oleh orang Tiongkok—telah menyebabkan tumbuhnya industri perkapalan. Pada masa puncak kejayaannya, Tiongkok pernah mengirimkan ratusan kapal dengan panjang 120 meter dengan total awak 28.000 orang, melintasi Samudra Hindia sampai pesisir timur Afrika [Diamond, 2013: 521]. Kapal jenis inilah yang juga melintasi kawasan Nusantara.
Jung-jung Tiongkok memiliki dua atau tiga tiang layar, lambung berpasak, kemudi kembar dan memiliki lunas. Teknologi perkapalan Tiongkok kemudian diserap oleh peradaban Nusantara. Sebelumnya, kapal-kapal industri Nusantara berukuran kecil. Kapal tersebut masih sederhana. Digunakan untuk mengangkut barang dagangan dengan kapasitas 4 sampai 40 ton [Reid, 2011: 47].
Lantas bagaimana industri perkapalan Tiongkok bisa diserap menjadi industri perkapalan Nusantara? Penyerbuan bala pasukan Kubilai Khan untuk menghukum Kertanegara, raja Singasari, menjadi titik balik. Sesampainya di Jawa, Singasari sudah dikalahkan oleh pasukan Jayakatwang. Raden Wijaya yang masih ada hubungannya dengan Singasari, memanfaatkan kedatangan bala tentara Kubilai Khan untuk menyerang pasukan Jayakatwang [Toer, 1999: 186]. Usaha ini berhasil. Setelah itu Raden Wijaya balik menyerang pasukan Kubilai Khan. Raden Wijaya menang dan kemudian mendirikan kerajaan Majapahit.
Di antara pasukan Kubilai Khan yang dikalahkan, tak semuanya kembali ke Tiongkok. Sebagian yang lain tetap tinggal di sekitar Majapahit. Mereka inilah yang kemudian ikut membangun industri perkapalan Majapahit. Galangan-galangan kapal dibangun di sepanjang pantai utara Jawa. Kayu yang masih melimpah menyebabkan industri tersebut bisa berkembang sangat pesat.
Dengan revolusi perkapalan itu Majapahit mengepakkan sayapnya ke seluruh Nusantara, bahkan sampai Asia Timur dan Afrika. Majapahit tumbuh menjadi kerajaan maritim terbesar yang pernah ada di Nusantara. Setidaknya ada 25 negeri di bawah kekuasaan Majapahit, membentang dari Semenanjung Melayu hingga Sumatera, Kalimantan hingga Sulawesi, sampai Irian [Lombart, 2000: 40]. Di setiap negeri itu terdapat kantor-kantor dagang yang mengatur ekspor produk-produk Nusantara ke mancanegara. Perdagangan yang pesat mengundang para pedagang dari manca untuk mendatangi bandar-badar yang ada dalam wilayah Majapahit.
Selain industri perkapalan, Majapahit juga menyerap teknologi persenjataan dari Tiongkok. Selain maju dalam industri perkapalan, Tiongkok juga yang pertama mengembangkan senjata dengan peledak dari mesiu. Senjata api yang masih sederhana ini kemudian dikembangkan oleh insinyur-insinyur Majapahit yang saat itu telah mengenal kepandaian mengolah besi. Maka muncullah pembuatan industri meriam, mengembangkan teknologi Tiongkok. Dengan senjata api tersebut, Majapahit dapat melindungi wilayah kekuasaannya yang luas [Toer, 1999: 187-8].
Lewat kapal dan senjata, Majapahit berkembang sebagai kerajaan maritim dengan perkembangan perdagangan yang pesat. Kondisi ini menarik orang-orang dari mancanegara singgah di wilayah Majapahit. Dari persinggungan perdagangan ini, juga terjadi tukar menukar kebudayaan dari masing-masing negeri. Tak mengherankan kalau Majapahit kemudian menjadi titik temu dan tidak sebar budaya unggul. Nusantara menerima dan mengembangkan budaya unggul dari negeri lain, sementara budaya unggul Nusantara diterima dan dikembangkan negeri lain. Saling memengaruhi dalam suasana damai ini membuat peradaban Nusantara berkembang mengalami renaissance sebelum Eropa mengalaminya.
Perdagangan dan ketahanan pangan
Kapal merupakan alegori dari perdagangan. Persenjataan adalah alegori dari ketahanan. Ketika sebuah negara memiliki kapal-kapal besar, maka ia menguasai perdagangan. Baik produksinya maupun distribusinya. Perdagangan inilah yang mendorong terjadinya industrialisasi. Dan, ujung dari industrialisasi adalah hilirisasi. Prabowo sedang meneruskan jalan hilirisasi. Ia tak mau berdagang bahan mentah lagi. Sumber daya alam mesti diolah menjadi produk unggulan untuk dijual ke luar negeri. Inilah pondasi dari Indonesia emas.
Ketahanan tidak melulu masalah bedil dan meriam. Ia juga termasuk kebutuhan pangan bagi rakyatnya. Kita ingat masa lampau ketika Sultan Agung menyerang Batavia. Mereka menyiapkan persediaan pangan di daerah-daerah yang akan dilalui pasukan Mataram. Dengan persediaan pangan yang memadai, kondisi pasukan akan terjamin. Maka ketika lumbung-lumbung pangan itu sebagian dibakar oleh lawan, pasukan Mataram mulai kelimpungan. Tidak hanya dalam pertempuran, dalam keadaan normal ketahanan pangan sangat dibutuhkan.
Program Prabowo untuk membuka 20 juta hektar lahan untuk industri pertanian merupakan langkah yang tepat. Tiongkok membangun itu selama puluhan tahun. Sejak era Mao sampai sekarang industri pertanian terus-menerus dibangun. Mereka sadar tanpa kemandirian pangan akan menjadi bangsa yang rapuh. Sebagai mantan komandan perang, Prabowo memahami ini. Oleh karena itu, seluruh potensi bangsa, termasuk tentara dan polisi dikerahkan untuk bergotong royong membangun ketahanan pangan.
Sudah tepat ketika Prabowo berdiskusi dengan Sekretaris Jenderal Partai Komunis Vietnam. Selain Thailand, Vietnam merupakan negara yang berhasil membangun industri pertanian. Sebagai negara yang pernah membuat malu Amerika, di bawah kepemimpinan Paman Ho dan hingga hari ini, Vietnam berhasil menjadi negara Asia Tenggara yang mampu mandiri di sektor pertanian.
Dua hal tersebut, perdagangan yang berujung pada hilirisasi dan industri pertanian yang hilir pada ketahanan pangan, tidak akan berarti kalau tanpa efisiensi. Seperti Deng Xiaoping di Tiongkok, Prabowo berusaha mendesain ulang perekonomian Indonesia agar semakin efisien. Layaknya seorang insinyur yang membongkar mesin untuk ditata ulang agar bisa berjalan dengan lebih efisien sehingga bisa melaju kencang dan tak boros bahan bakar. Maka langkah pertama Prabowo adalah melakukan efisiensi APBN. Banyak pengeluran yang tak penting dipangkas. Pengetatan ini dilakukan agar pendapatan negara bisa dimaksimalkan untuk kebutuhan rakyat.
Upaya menyikat para koruptor merupakan mata rantai dari efisiensi. Salah satu penyebab sistem ekonomi tidak efisien adalah adanya kebocoran. Penyebab kebocoran adalah korupsi. Oleh karena itu, korupsi mesti diberantas. Inilah alasan mengapa di Tiongkok para koruptor dihukum mati. Dengan cara seperti itu maka korupsi akan bisa dipungkas sampai akar-akarnya. Upaya untuk membongkar korupsi di Pertamina merupakan langkah yang tepat. Aset negara harus diselamatkan dari gerogotan tikus-tikus koruptor. Dengan memberantas korupsi, uang negara akan bisa digunakan secara maksimal untuk membangun hilirasi dan ketahanan pangan.
Danantara: upaya membangun borjuasi negara
Sentralisme ekonomi sangat penting bagi Prabowo. Selain melakukan intervensi terhadap pasar dengan menetapkan harga, mengontrol persediaan kebutuhan pokok rakyat, memberikan subsidi, maka perlu dibangun borjuasi negara. Peran negara selama ini diwakili oleh BUMN. Sejauh ini BUMN sering berperan sebagai sapi perahan partai-partai politik. Bila dibandingkan perusahaan swasta, BUMN menjadi tidak efisien dan kalah bersaing. Oleh karena itu perlu dilakukan kontrol terhadap BUMN dan menyatukan potensi-potensi yang ada di dalamnya.
Danantara merupakan upaya untuk mengontrol dan menjadikan BUMN sebagai raksasa baru ekonomi: borjuasi negara. Potensi berbagai sektor BUMN disatukan sehingga terkumpul dana yang sangat besar. Dana inilah yang kemudian dipakai untuk berbagai investasi sehingga bisa berlipat ganda. Sebagai borjuasi negara, Danantara bisa bersaing dengan borjuasi swasta maupun borjuasi internasional.
Selama ini kita sering berteriak-berteriak tentang oligarki, yaitu sekumpulan borjuasi swasta yang mengendalikan arah ekonomi. Kita juga sering mengeluhkan pula hegemoni dari borjuasi asing. Dengan Danantara pengaruh-pengaruh tersebut bisa dibendung. Borjuasi negara dengan dana yang besar bisa mengontrol sistem ekonomi yang lebih berpihak kepada rakyat. Sebagai bagian dari negara, keuntungan dari Danantara bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat, mulai dari infrastruktur, kebutuhan pendidikan, pangan, hingga kesehatan.
Danantara merupakan upaya Prabowo untuk mengkritik sistem kapitalisme neo-liberal yang terbukti banyak merugikan rakyat dan hanya menguntungkan segelintir orang. Konsep kapitalisme adalah konsep akumulasi modal dengan memerah para buruh. Para borjuasi/pemilik modal menggunakan akumulasi modal tersebut demi memperkaya diri sendiri tanpa mempedulikan kehidupan rakyat. Dengan adanya Danantara, peran borjuasi bisa dikontrol dan dikendalikan karena negara memiliki kekuatan modalnya sendiri.
Ketika borjuasi negara yang mengambil peranan utama, maka ketimpangan yang menjadi kelemahan sistem kapitalisme bisa diatasi. Akumulasi modal yang dihasilkan Danantara bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Kemiskinan bisa diatasi sehingga jurang antara yang miskin dan kaya bisa direntas. Ketimpangan daerah bisa diselesaikan. Dengan begitu, kesejahteraan bisa dinikmati oleh semua orang, bukan segelintir oligarki semata. Kondisi ini akan menciptakan masyarakat yang adil dan setara, bukan masyarakat yang menghisap.
Prabowo memandang bangsa Indonesia hidup dalam cawan yang sama. Namun, selama ini ada sekelompok orang yang kuat yang menghabiskan isi cawan itu dan hanya menyisakan remah-remahnya untuk rakyat. Kondisi inilah yang perlu diubah sehingga semua rakyat bisa mendapatkan bagian yang adil dan setara dari isi cawan. Dan, Danantara merupakan langkah revolusioner Prabowo untuk mengubah sistem ekonomi kapitalisme yang timpang tersebut menjadi sosialisme ala Indonesia.***