HASTO MENCRET, MBOK BANTENG KEGENCET

Semestinya, menjelang Malam Kudus, umat Nasrani bersuka cita, menyambut hari kelahiran Sang Juru Selamat: Yesus Kristus. Namun Hasto Kristianto tak mengalami itu. Tepat sebelum Malam Kudus, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dirinya sebagai tersangka kasus Harun Masiku. Setiap manusia hidup dalam putaran cakramanggilangan, roda kehidupan. Setelah berada di puncak, Hasto menuju titik nadirnya. Maka orang Jawa memberikan nasihat, di posisi apapun jangan adigang, adigung dan adiguno. Singkatnya, jangan mentang-mentang.

Malam kudus bagi Hasto bukan lagi malam “sunyi senyap”, namun menjadi malam yang bergemuruh. Tidur tidak jenak, makan pun tak enak. Maka selepas misa Natal, Hasto muncul dengan membawa nama Bung Karno. Terlihat kepercayaan dirinya goyah.Tangannya bergetar ketika tampil di depan kamera ia butuh penggalah agar tetap tegak. Ia memerlukan pengganjal kelopak mata agar air matanya tak meruah. Ia persamakan diri dengan Bung Karno. Hasto seperti kesurupan sehingga tak malu menyebut nama Bung Karno. Perlu dicatat, Sukarno divonis bersalah oleh pengadilan Belanda karena menentang kolonialisme. Hasto ditetapkan menjadi tersangka sebab ia terlibat menyembunyikan Harun Masiku, tersangka penyuapan. “Tengelamkan! Tenggelamkan Hp-mu,” begitu teriak Hasto kepada Masiku.

Kisah Hasto ini akan semakin runyam jika wel-welnya, mantan dirut perusahan plat merah, akan terkena kasus pula. Maka seperti kata pepatah, sudah jatuh tertimpa gajah pula. Betapa akan pilu hati Hasto bila hal itu akan terjadi. Apakah mereka akan sepiring berdua dalam terungku? Kita tunggu saja. Atau akan seperti lagu Broery dan Dewi Yull, Jangan Ada Dusta:

Semua terserah padamu aku begini adanya

Kuhormati keputusanmu, apapun yang akan

Kau katakan, sebelum terlanjur kita jauh

Melangkah, kau katakan saja

Penetapan Hasto sebagai tersangka memperlihatkan KPK sudah keluar dari sandera Banteng. Tak ada palung pintu lagi di KPK. Pengaruh Mbok Banteng sudah luruh. Tak mengherankan, hanya dalam hitungan hari setelah pimpinan KPK dilantik oleh Prabowo, Hasto langsung menjadi tersangka. Itulah wolak-walike zaman. Tentu saja Mbok Banteng tak kalah senewennya. Ia mau mencincingkan roknya untuk membela Hasto. Banteng kalang kabut, kandangnya dibakar Hanoman.

Tak mengherankan kalau Bantenglovers seperti Guntur Romli, Deddy Sitorus dan Adian, semakin ngedan. Mereka mengancam akan membuka kasus lain. Dan, tentu saja menuduh Jokowi sebagai aktor di balik layar. Penonton semakin ngikik ketika Madam Apamwine mengatakan menyimpan data-data di Rusia. Halusinasi massal melanda kandang Banteng kayak kuda lumping makan beling.

Siapa menabur benih, merekalah yang akan memanen. Banteng selama ini menabur permusuhan. Dengan songongnya mereka tak mau bergaul dengan sesama partai politik. Mereka injak lawan-lawannya sampai gepeng. Silakan putar lagi kata-kata Mbok Banteng, serta ucapan, tindakan dan pikiran Hasto. Begitu jumawanya. Inilah akibat kere munggah bale, lama tak berkuasa, begitu berkuasa lupa diri dan merasa diri paling jagoan.

Pak Jokowi kalau nggak ada PDI Perjuangan juga duh kasihan dah.”

Awas lo kalau nyarinya yang kayak tukang bakso.” 

“Yang ini kan lima perempuan, cantik-cantik lagi, aduh aku ya sayang loh, kalau dipek wong elek (dimiliki orang jelek).”

Kita tidak akan lupa kata-kata semacam itu. Mereka selalu bilang membela wong cilik, namun dalam berbagai kesempatan merendahkan wong cilik. Hobi Banteng adalah mempermalukan dan mendowngrade orang lain. Sekarang segenap warga Banteng pendukung Hasto sedang seperti akhir lirik lagu Ngunduh Wohing Pakerti: KITA MENANAM KITA MENUAI.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *