Ilustrated by AI
Guna merayakan kemenangan Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang bisa menempatkan kadernya dalam pemerintahan Prabowo-Gibran, maka dihelat acara bertajuk “Silahturahmi Alumni SMID-PRD”. Acara ini bukan pesta kembang api, meledak dan menerangi gelap malam namun hilang begitu cepat, tapi perayaan ini untuk meneguhkan nilai-nilai sosial demokrasi kerakyatan agar tetap tertancap kuat di hati. Setidaknya, 5000 orang akan menghadiri acara ini. PRD akan menunjukkan bahwa mereka ada, terus bergerak, berlipat dan menyala.
Sudah banyak analisa perihal kabinet Prabowo Subianto dari segi politik, ekonomi, termasuk dari segi maskulinitas. Satu segi yang belum terbahas adalah masuknya unsur kiri dalam kabinet Prabowo. Kenyataan ini mengingatkan pada kabinet masa awal-awal kemerdekaan ketika saat itu unsur-unsur kiri mewarnai pemerintahan.
Kita mengenal sosok Sutan Sjahrir dari Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang menjadi perdana menteri pertama setelah kemerdekaan. Ada pula Amir Sjarifuddin yang pernah menjadi menteri pertahanan dan juga perdana menteri. Seperti kita tahu, Amir dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Komposisi unsur kiri dalam pemerintahan Sukarno terus berlanjut hingga tahun 1965. Sukarno dengan ide Nasakom (Nasionalis, Agama dan Komunis) memang berkehendak untuk menyatukan semua spektrum ideologi dalam kekuasaannya. Sepertinya ide ini ingin dilanjutkan oleh Prabowo.
PRD, Unsur Kiri dalam Kabinet Prabowo
Paling tidak ada lima orang dari unsur kiri dalam kabinet Prabowo. Budiman Sujatmiko, pernah menjadi Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik (PRD), ditunjuk sebagai Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan. Nezar Patria, pernah menjadi sekretaris jenderal Solidaritas Mahasiswa Untuk Demokrasi (SMID), sebuah organisasi mahasiswa yang berafiliasi dengan PRD, sekarang menempati posisi sebagai Wakil Menteri Komunikasi dan Digital. Faisol Reza, pernah menjadi Ketua PRD, sekarang menjadi Wakil Menteri Perindustrian. Agus Jabo Priyono, kader PRD/Ketua Prima, saat ini mendapat posisi sebagai Wakil Menteri Sosial. Mugiyanto Sipin, pernah sebagai perwakilan PRD di Australia, saat dipercaya sebagai Wakil Menteri HAM. Selain mereka, masih ada kader-kader PRD yang menduduki posisi sebagai komisaris, staf ahli maupun tenaga ahli.
Masuknya unsur-unsur kiri, terutama dari PRD, menjadi fenomena menarik dalam kabinet Prabowo. Selama ini PRD dikenal sebagai partai berideologi kiri. Daniel Dhakidae menyebutkan dalam bukunya, “Cendekiawan dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru”, mengatakan bahwa “Secara intelektual mereka [PRD] mengambil Marxisme sebagai landasan berpikir, yaitu berpikir untuk melawan.” Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “kiri” diartikan “sebutan kepada partai (golongan) berhaluan sosialisme yang lama yang menghendaki perubahan secara radikal (tentang politik, partai, dan sebagainya).” Sudah jamak diketahui, ideologi kiri dihubungkan dengan Marxisme yang diejawantahkan dalam wujud sosialisme maupun komunisme. Sementara itu, dalam Manifestonya, PRD menyebut beraliran sosial demokrasi kerakyatan (sosdemkra), sebuah anti thesa dari sosial demokrasi di Eropa yang dianggapnya elitis.
Prabowo dan Upaya Bangkit dari Gerakan Kiri
Berdasarkan kajian Ruth T. McVey dalam buku “Kemunculan Komunisme di Indonesia”, kemunculan ideologi kiri di Indonesia sudah ada sejak awal tahun 1914 dengan dideklarasikannya Indische Social-Democratische Vereniging (ISDV) di Surabaya. Dalam percaturan politik di Indonesia, ide-ide kiri terus berkembang hingga terbentuknya PKI dan PSI. Bisa dikatakan, ideologi kiri bukanlah sesuatu yang asing dalam dinamika perpolitikan Indonesia. Mereka bertumbuh dengan kekuatan politik yang lain untuk melawan kolonialisme. Sebagaimana disampaikan di muka, setelah kemerdekaan pun mereka berpartisipasi dalam pemerintahan dan memiliki perwakilan di parlemen. Ketua PKI, D.N. Aidit pernah menduduki posisi sebagai wakil ketua MPR. Pelukis Afandi dan Sudjojono menjadi anggota parlemen mewakili PKI. Namun, setelah Sukarno runtuh, ideologi kiri ikut runtuh dan secara resmi dilarang dengan TAP MPRS No XXV/MPRS/1966.
Sejak dilarang, yang muncul kemudian adalah fobia terhadap ideologi kiri. Dalam Ensiklopedi Indonesia (1992:1020), fobia dijelaskan berasal dari bahaya Yunani, phobia yang berarti ketakutan. Lebih lanjut dijelaskan dalam psikologi sifat tersebut berkaitan dengan ketakutan maupun kecemasan yang tidak rasional. Dalam kaitannya dengan ideologi kiri, fobia diwujudkan dalam bentuk macam-macam, dari bersih lingkungan dan litsus bagi siapa saja yang mau menjadi aparatus sipil negara, hingga dalam bentuk pelarangan buku-buku yang dianggap berhubungan dengan ideologi kiri. Umpamanya, pada tahun 1965, Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan Republik Indonesia mengeluarkan sebuah instruksi. Dalam intruksi No. 1381/1965 tertanggal 30 November tersebut, ada daftar buku pengarang Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang dilarang beredar di lingkungan sekolah. Jumlahnya enam puluh judul buku. Pelarangan ini terus berlanjut selama masa Orde Baru.
Sampai setelah era reformasi, fobia terhadap ideologi kiri belum pupus. Masih sering diskusi yang menyangkut tema kiri, termasuk buku, dibubarkan. Sering juga terjadi sweping di toko buku yang menjual buku-buku kiri. Di beberapa kota bahkan dilakukan pembakaran terhadap buku-buku kiri. Kenyataan ini memperlihatkan bahwa ideologi kiri dalam berbagai manifestasinya masih menjadi musuh bagi sebagian masyarakat dan negara. Tidaklah mengherankan kalau masih ada sikap cemas ketika melakukan pembahasan terhadap tema-tema tersebut.
Tentu kita bisa berharap masuknya unsur-unsur kiri dalam kabinet Prabowo akan memupus fobia terhadap ideologi kiri. Di kampus dosen dan mahasiswa tidak takut lagi mempelajari teori-teori kiri dari Marx sampai Zizek. Di masyarakat tidak ada lagi kecemasan dan pelarangan terhadap diskusi-diskusi bertema kiri. Ketika seorang kepala negara dan pemerintahan sudah memberikan contoh, sudah sepatutnya hal tersebut bisa menjadi pegangan bagi kita, bahwa ideologi kiri bukan sesuatu yang patut ditakuti, justru merupakan bagian dari potensi bangsa yang mesti dirangkul. Selama ini sikap fobia tersebut telah mengganggu kehidupan, baik dalam bernegara maupun bermasyarakat yang menimbulkan sikap saling mencurigai.
Sudah sewajarnya PRD mengalungkan karangan bunga melati untuk Prabowo. Harus diakui, sebelum ini Prabowo adalah sosok yang sangat dimusuhi dan dibenci PRD. Prabowo dulu sering disebut fasis oleh PRD. Belum lama berselang, dalam kampanye Pilpres, Faisol Reza sempat meneteskan air mata di depa Najwa Shihab karena geram terhadap Prabowo yang dianggapnya telah menculik kawan-kawannya. Namun sekarang semuanya berakhir indah. Faisol Reza sudah masuk dalam kabinet Prabowo. Dalam setiap kesempatan bertemu Prabowo, dia selalu memberikan hormat dan tersenyum lebar. Ini memperlihatkan bahwa antara Prabowo dan PRD, tak ada masalah lagi. Pada akhirnya, tak ada kisah yang tak usai. Proses rekonsiliasi itu telah terjadi.
Prabowo telah membuktikan dirinya tak fobia terhadap unsur-unsur kiri, termasuk PRD. Dalam sejarah setelah kehancuran PKI, Prabowolah yang kembali membawa orang-orang kiri dalam pemerintahan. Tak ada syakwayangka dalam diri Prabowo terhadap orang-orang kiri, bahkan terhadap PRD yang pernah memusuhinya. Harus diakui, dia mendobrak tabu yang telah bertahan selama puluhan tahun ketika orang-orang kiri diharamkan masuk dalam kekuasaan. Kini tiap hari kita bisa melihat wajah Agus Jabo, Mugiyanto maupun Nezar Patria di layar televisi.Mereka tampil dengan percaya diri, dengan baju batik yang elegen atau baju berwarna putih dengan empat saku. Tak ada lagi kekumuhan yang selama ini dianggap sebagai ciri khas kader-kader PRD.
Prabowo sudah menunjukkan kelasnya sebagai negarawan sejati. Walaupun di masa lalu diserang habis-habisan oleh PRD, namun dengan kelapangan jiwanya, dia membetangkan karpet merah untuk kader-kader PRD. Kini zamannya Persatuan Nasional dan saatnya PRD menikmati kemenangan perjuangannya yang telah dilakukan tiga puluh tahun lalu. Memang tidak semua suka dengan kemenangan PRD ini. Kenyataan itu wajar karena kita masih hidup di bumi manusia, bukan di surga yang serba seragam.
Bagi kader-kader PRD yang belum mendapatkan posisi di kabinet, komisaris, staf khusus, staf ahli, maupun kududukan lainnya, harap bersabar. Semua akan mendapatkan giliran sesuai amal dan perbuatannya selama di PRD. Semua akan mendapatkan ganjaran.***
Kecapnya mantap Pak Komisaris