“Wajahnya menatap Ketua Mao
Ada bara anti Nekolim di matanya
Ketua Mao tersenyum
Telah lahir Sukarno 2.0.”
Setelah digempur huru hara selama tiga hari, akhirnya Prabowo mendarat di Tiongkok. Ada getar rindu di dadanya, menginjakkan kaki di negara sosialis terbesar di dunia. Ketua Mao menyambutya di Lapangan Tiananmen. Pipi keduanya tampak sama-sama chubby. Di lapangan, prajurit Tiongkok berjajar rapi seperti mainan anak-anak: seragam dan rampak.
Prabowo Subianto, sang Jenderal Penunggang Kuda itu, hari ini ulang tahun. Usianya tak muda lagi seperti saat memimpin Baret Merah, tapi bara di matanya tak pernah pupus. Ada tungku abadi yang selalu menyala dalam jiwanya. Saat usianya tak muda lagi, Prabowo menggetarkan podium PBB. Tangannya menggebrak meja saking geramnya terhadap imperialisme Israel. Kita seperti melihat Sukarno dan Hugo Chaves terlahir kembali dari gua garba Ibu Pertiwi.
Prabowo merupakan bentuk solidaritas sejati. Ia tak pernah meninggalkkan kawan seiring. Terhadap lawan, ia selalu berusaha merangkul. Tikaman menghujam beberapa kali ke tubuhnya, namun ia tak mau memeram dendam. Demi merah putih, ia bersedia melakukan apa saja.
Kini di punggungnya harapan seluruh rakyat berada. Dari Kupang, Sofia dengan suara jernih menulis surat terima kasih kepada Prabowo. Begini petilannya:
Bapak Presiden yang terhormat
Beta punya nama Sofia
Siswi dari Sekolah Rakyat Menengah Pertama 19 Efata Kupang
Beta mau cerita sedikit, dari Beta hati yang paling dalam
Sejak beta tinggal di asrama Sekolah Rakyat, banyak sekali yang berubah
Setiap hari Beta makan nasi hangat dengan lauk telur, ikan, bahkan dendeng ayam juga.
Rasanya seperti mimpi Bapak
Karena di rumah, biasanya Beta makan nasi putih dengan garam saja.
Sesekali ditambah sayur daun ubi
Beta baru bisa makan daging ayam itu kalau ada tetangga buat syukuran
Dulu, Beta tidur di kasur tipis, di kamar sederhana
Tapi sekarang, Tuhan berkati Beta bisa tidur di kasur empuk, di kamar yang bersih dan nyaman juga
Di Sekolah Rakyat ini, Beta bisa sekolah dengan tenang.
Prabowo, seorang jenderal tempur, meneteskan air mata mendengar surat itu dibacakan dengan suara jernih. Ia telah menjadi tumpuhan bagi orang-orang miskin dan papa di seluruh wilayah tanah air. Program-programnya seperti Makan Siang Gratis dan Sekolah Rakyat merupakan secercah harapan bagi mereka yang selama terpinggirkan. Filsuf Italia, Antonio Gramsci, menyebut mereka kaum subaltern, orang-orang yang tersisih karena ganasnya kapitalisme. Kini mereka menjadi perhatian utama dari pemerintahan Prabowo. Para wong cilik pun bisa gumuyu (rakyat jelata kini bisa tertawa).
Kita tahu banyak yang menginginkan program-program untuk wong cilik ini gagal. Banyak yang ingin agar si miskin tetap miskin agar bisa terus-menerus dieksploitasi. Tapi Prabowo bergeming. Ia teguh pada pendiriannya. Program-program tersebut harus tetap jalan.
Ditemani anak muda, Gibran Rakabumi Raka, Prabowo membawa harapan baru bagi Indonesia Raya. Prabowo bergerak dari satu negara ke negara, menekankan pentingnya solidaritas dan perdamaian dunia. Gibran bergerak dari satu pulau ke pulau lain, menyapa rakyat dan mendengarkan keluh kesah mereka. Sebuah dwitunggal yang sempurna.
Prabowo konsisten melanjutkan pembangunan yang telah dilakukan pendahulunya, Jokowi. Ia melanjutkan IKN, memperkuat hilirisasi, menambah jaminan sosial hingga percepatan pembangunan di Indonesia bagian Timur.
Kita perlu terus-menerus di sisi Prabowo-Gibran. Indonesia berada di rel yang benar untuk menjadi negara yang sejahtera dan maju. Angin perubahan itu telah dirasakan mereka yang selama ini tak terjamah: orang-orang miskin.
Suara Prabowo-Gibran adalah suara kita.Kehendak mereka adalah kendak kita.
Selamat ulang tahun Jenderal. Di tanganmu, Merah Putih akan menembus angkasa. Di bawah kepemimpinanmu, Garuda akan terbang tinggi ke cakrawala. Komando!***